Kebutuhan utama kita sebagai manusia, terutama untuk
menjadi manusia yang sehat secara rohaniah adalah hubungan sosial yang ramah
dengan orang lain. Tidak hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan biologis
seperti makanan dan minuman, komunikasi diperlukan untuk melengkapi kebutuhan
psikologi seperti sukses dan kebahagiaan (Mulyana,2003:14). Melihat kondisi
seperti itu, komunikasi muncul sebagai elemen penting dalam melangsungkan
interaksi dengan lingkungan sekitar. Komunikasi akan sangat dibutuhkan untuk
memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan, mendiskusikan solusi
alternatif dari beragam masalah kehidupan yang muncul, dan tujuan-tujuan sosial
seperti hiburan.
Menilik sifatnya yang unrejectable,
komunikasi bisa terputus jika tangan-tangan non-profesional dibiarkan
mengontrol media. Seperti nomor saluran layanan cepat tanggap (hotline) di Indonesia yang khusus
menampung curhatan dan keluhan masyarakat. Bagaimana tidak, beberapa nomor hotline yang tertera di situs internet
ketika dihubungi tidak diangkat. Keluhan publik yang dikirim lewat surat
elektronik tidak mendapat respon. Nomor hotline
instansi non-pemerintah menolak mentah-mentah telpon masyarakat pada hari
Minggu dan instansi pemerintah menyangkal keteledoran mereka dengan alasan yang
tidak rasional (Kompas, 9 Oktober 2012). Pihak-pihak di balik media itu lah
yang seharusnya membuka mulut untuk mengklarifikasi masalah ini.
Ada yang beranggapan minimnya dana menjadi penyandung
utama kebobrokan sistem pelayanan hotline
di Indonesia. Memang, biaya operasional hotline yang tersistem sangat mahal
mengingat harus berjejaring dengan unit-unit lain seperti polisi, ambulans, dan
rumah sakit. Selain itu, pemerintah hanya menyediakan dana sekitar Rp375 juta
per tahun untuk biaya operasionalnya (Kompas,19 Oktober 2012). Ingin mencapai
lebih, namun upaya yang dilakukan masih ‘pipih’. Begitulah atmosfer minimnya
dana di Indonesia yang tidak pernah bertemu muara.
Nomor hotline pusat
krisis organisasi non-pemerintah untuk perempuan korban kekerasan dalam rumah
tangga menolak keluhan klien dengan nada tidak bersahabat. “Ini hari Minggu,
kami tutup.” Mendengar penyambutan yang tidak ramah, klien dua kali lipat akan
lebih terguncang psikologisnya. Jika kondisi kejiwaan klien sensitif dan
dibiarkan berlarut-larut, mereka mudah terserang depresi. Sudah menjadi hak
masyarakat difasilitasi dengan baik mengingat kebutuhan psikologis yang setiap
detiknya bisa berpengaruh besar terhadap kesehatan kejiwaan seseorang.
Pelayanan hotline di
instansi pemerintah pun menyuguhkan citra yang tidak baik di mata publik. Saluran
layanan hotline milik Komisi
Perlindungan Anak yang sudah berulang kali dicoba tidak diangkat. Ketua Komnas anak,
Arist Merdeka Sirait menjelaskan bahwa hari itu para petugas sedang mendampingi
kasus pelecehan seksual terhadap anak di Depok, Jawa Barat. Alasan ini terkesan
agak dipaksakan. Seharusnya dengan kewenangan penuh, pemerintah bisa
memerintahkan beberapa petugas untuk stand
by melayani layanan telepon dari masyarakat. Selain itu, hotline instansi pemerintah yang
belakangan ini sangat meriah peluncurannya juga bersikap acuh. Hotline 500454 yang dimotori oleh
Kementerian Kesehatan mengaku ketidaksiapan sistem jaringan menjadi masalah
utama dalam pelayanannya. Alasan yang irasional ini cukup membuktikan bahwa
pemerintah yang seharusnya menjadi tauladan rakyatnya justru berperilaku
kekanak-kanakan.
Kekhawatiran tentang tidak profesionalnya tenaga kerja
dibalik layanan hotline semakin
menjadi-jadi semenjak meroketnya angka depresi dan gangguan cemas di Jakarta.
Kekacauan layanan hotline di
Indonesia ditengarai menjadi pemicu semakin melebarnya lubang depresi di
Jakarta. Tingkat depresi penduduk Jakarta yaitu 14,1 persen, melebihi tingkat
depresi nasional, 11,60 persen (Riset Kesehatan Dasar,2007). Tidak ada layanan
yang benar-benar membantu. Tidak ada alasan jelas yang dijadikan sumber masalah
untuk dicari jalan keluarnya. Semua pihak menghindar, dan kini terlihat
samar-samar.
Layanan hotline untuk
menampung isu depresi dan gangguan cemas idealnya dikelola oleh ‘tangan-tangan’
yang profesional dan berkomitmen tinggi. Hal ini begitu penting karena setiap
manusia cenderung merasa lebih ‘ringan’ jika sudah mengutarakan keluhan-keluhan
yang ada di dalam dirinya. Menurut Rene Spitz, komunikasi (ujaran) adalah
jembatan antara bagian luar dan bagian dalam kepribadian seseorang. “Mulut
sebagai rongga utama adalah jembatan antara persepsi dalam dan persepsi luar ;
ia adalah tempat lahir semua persepsi luar dan model dasarnya ; ia adalah
tempat transisi bagi perkembangan aktivitas intensional, bagi munculnya kemauan
dari kepasifan”(Samovar dan Porter,1991:189). Kita perlu orang lain dalam
melangsungkan komunikasi untuk mendapatkan timbal balik dan respon yang berguna
bagi pembentukan kondisi jiwa yang sehat.#BRIDGING COURSE 08
Daftar Pustaka
Mulyana, Deddy.2003.Ilmu
Komunikasi Suatu Pengantar.Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm.14.
Samovar, Larry A. dan Richard E.Porter.Communication between Cultures.Belmont,
California : Wadsworth, 1991, hlm.189.
Hartiningsih, Maria.”Ini Hari Minggu, Kami Ttutup....”Kompas, 9 Oktober 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar