Bahasa slang atau yang lebih lumrah disebut bahasa gaul
sudah lama mengakrabkan diri dengan masyarakat. Mereka begitu mudah menyusup
dalam bahasa percakapan sehari-hari. Secara tidak sadar, kita sering berkata
“Gue”, “Maksud Loh”, “Banget”, “Cius mi apa”, “Kampret”, “Ampun deh”, dan lain
sebagainya. Jika ditilik dari segi ilmu bahasa, fenomena itu termasuk sosiolek.
Sosiolek merupakan variasi bahasa yang berkenaan
dengan status, golongan, dan kelas sosial penuturnya. Slang adalah ragam bahasa
tidak resmi yang lumrah
dipakai oleh kaum remaja atau kelompok-kelompok sosial tertentu. Mereka
menggunakannya untuk melangsungkan komunikasi
intern supaya orang lain atau
kelompok lain bingung dengan kosa
kata yang serba baru dan berubah-ubah tersebut
(Kridalaksana, 1984:281).
Iklan-iklan komersial di televisi
nampaknya sudah melirik proses intervensi bahasa slang tersebut pada kehidupan
masyarakat. Mereka berusaha
membingkai produk-produk yang ditawarkan
dengan kata-kata nyentrik. Jika kita
perhatikan dengan saksama, iklan komersial di Indonesia memiliki tagline khasnya masing-masing. Hampir
semua tagline mengadopsi bahasa gaul.
Masyarakat cenderung hanya mengingat tagline
yang unik. Jika mudah diingat, berarti citra produk semakin mudah untuk
dikenal. Logikanya, masyarakat akan lebih tertarik membeli produk yang
dikenalnya daripada membeli produk yang tidak jelas juntrungnya.
Iklan yang kreatif pasti dibuat
oleh tim yang kreatif pula. Maka dari
itu, posisi mereka paling menentukan level keberhasilan sebuah iklan. Tim
kreatif tersebut terdiri dari copy writer (penulis
teks iklan), visualiser (juru gambar) dan typografi (ahli jenis
huruf). Copy Writer
mewakili pihak produsen selalu berusaha menyuguhkan
bahasa yang menarik dan mudah diingat oleh penonton
atau konsumen. Ia harus pandai mengubah gagasan penjualan menjadi
kalimat-kalimat komersial
yang persuasif. Sesuai dengan
prinsip komunikasi, copy writer dan partner kerjanya yang lain harus tampil
menjadi komunikator yang handal. Pesan harus disampaikan dengan baik oleh
komunikan. Agar dapat diterima dengan mudah, komunikator perlu menghias
tampilan iklannya dengan kata-kata yang akrab di telinga pendengarnya. Bahasa
gaul bisa menjadi momentum dahsyat untuk mengakrabkan iklan dengan konsumennya.
Gaya bahasanya yang unik dan akrab dengan kehidupan masyarakat nampaknya akan
lebih mudah menggali celah di hati penonton.
Bahasa
bersifat dinamis, begitu juga penggunaan
bahasa gaul di dalam iklan produk komersial terus mengalami perkembangan.
Bahasa gaul yang terdapat di dalam iklan produk komersial kini terus
memunculkan kosa kata bahasa gaul yang baru yang merupakan kreasi dan
kreativitas dari tim kreatif iklan.
Perkembangan bahasa itu kelihatannya sudah dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
beberapa pembuat iklan di Indonesia. Mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan ini
untuk melambungkan citra produk yang ditawarkan.
Iklan rokok bermerek Sampoerna Hijau
bisa menjadi salah satu contoh promosi yang berhasil. Dengan tagline nya yang berbunyi “Ga ada loe
gak rame”, Sampoerna Hijau mampu memberi kesan unik dan bersahaja. Ternyata
larangan menampilkan aksi ‘merokok’ di televisi tidak lantas mematikan
kreativitas pembuat iklan. Tim kreatif mampu membidik sisi kemanusiaan yang nyatanya
memiliki hubungannya sangat jauh dengan rokok. Tagline yang terdiri dari lima kata gaul tersebut betul-betul merepresentasikan
ide penjualan. “Ga ada loe gak rame” memberi tahu kita bahwa hidup ini akan
ramai dengan kehadiran orang lain. Dengan orang lain kita bisa berbagi kisah,
membantu satu sama lain, dan menciptakan warna-warna baru dalam hidup ini.
Citra baik yang ditimbulkan mampu menarik atensi masyarakat untuk membeli rokok
tersebut.
Peran bahasa gaul yang signifikan
juga tergambar jelas pada iklan cokelat batang Chunky Bar. Setiap orang yang
mendengar kata-kata “Gede sih, tapi rela bagi-bagi” pasti ingat dengan cokelat Chunky
Bar. Kata-kata gaul tersebut mencoba memberi tahu kita bahwa kelezatan Chunky
Bar begitu dahsyat sampai-sampai tidak rela membagikannya dengan orang lain.
Walaupun ukurannya besar, cokelat itu harus dinikmati sendiri. Deskripsi unik
yang ditimbulkan tagline tersebut
tentu menambah nilai jual dan citra positif Chunky Bar.
Intervensi bahasa gaul ternyata
bermanfaat dalam strategi promosi iklan komersial televisi di Indonesia. Gaya
bahasa dan kosa katanya yang akrab di telinga masyarakat memberi nilai lebih
terhadap iklan yang ditayangkan. Selama ini kita hanya mengenal bahasa gaul
karena kedekatannya dengan dunia remaja dan percakapan sehari-hari. Terkadang,
keberadaannya diremehkan orang lain. Namun, bahasa gaul ternyata memiliki
pengaruh besar dalam pencapaian keberhasilan sebuah iklan.#BRIDGING COURSE 11
Daftar Pustaka
Kridalaksana, Harimurti.1984. Kamus
Linguistik. Jakarta: PT Gramedia,
hlm.281.
Azwida, Ade. 2007. Pemakaian Bahasa
Gaul Pada Iklan Produk Komersial. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13460/1/08E01504.pdf
pada tanggal 22 Oktober 2012, pukul 14.50 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar