Kamis, 11 Oktober 2012

Ketika Keonaran Mengontrol Media, Lubang Depresi Menganga



Kebutuhan utama kita sebagai manusia, terutama untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah adalah hubungan sosial yang ramah dengan orang lain. Tidak hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan biologis seperti makanan dan minuman, komunikasi diperlukan untuk melengkapi kebutuhan psikologi seperti sukses dan kebahagiaan (Mulyana,2003:14). Melihat kondisi seperti itu, komunikasi muncul sebagai elemen penting dalam melangsungkan interaksi dengan lingkungan sekitar. Komunikasi akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan, mendiskusikan solusi alternatif dari beragam masalah kehidupan yang muncul, dan tujuan-tujuan sosial seperti hiburan.

Menilik sifatnya yang unrejectable, komunikasi bisa terputus jika tangan-tangan non-profesional dibiarkan mengontrol media. Seperti nomor saluran layanan cepat tanggap (hotline) di Indonesia yang khusus menampung curhatan dan keluhan masyarakat. Bagaimana tidak, beberapa nomor hotline yang tertera di situs internet ketika dihubungi tidak diangkat. Keluhan publik yang dikirim lewat surat elektronik tidak mendapat respon. Nomor hotline instansi non-pemerintah menolak mentah-mentah telpon masyarakat pada hari Minggu dan instansi pemerintah menyangkal keteledoran mereka dengan alasan yang tidak rasional (Kompas, 9 Oktober 2012). Pihak-pihak di balik media itu lah yang seharusnya membuka mulut untuk mengklarifikasi masalah ini.

Ada yang beranggapan minimnya dana menjadi penyandung utama kebobrokan sistem pelayanan hotline di Indonesia. Memang, biaya operasional hotline yang tersistem sangat mahal mengingat harus berjejaring dengan unit-unit lain seperti polisi, ambulans, dan rumah sakit. Selain itu, pemerintah hanya menyediakan dana sekitar Rp375 juta per tahun untuk biaya operasionalnya (Kompas,19 Oktober 2012). Ingin mencapai lebih, namun upaya yang dilakukan masih ‘pipih’. Begitulah atmosfer minimnya dana di Indonesia yang tidak pernah bertemu muara. 

Nomor hotline pusat krisis organisasi non-pemerintah untuk perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga menolak keluhan klien dengan nada tidak bersahabat. “Ini hari Minggu, kami tutup.” Mendengar penyambutan yang tidak ramah, klien dua kali lipat akan lebih terguncang psikologisnya. Jika kondisi kejiwaan klien sensitif dan dibiarkan berlarut-larut, mereka mudah terserang depresi. Sudah menjadi hak masyarakat difasilitasi dengan baik mengingat kebutuhan psikologis yang setiap detiknya bisa berpengaruh besar terhadap kesehatan kejiwaan seseorang.

Pelayanan hotline di instansi pemerintah pun menyuguhkan citra yang tidak baik di mata publik. Saluran layanan hotline milik Komisi Perlindungan Anak yang sudah berulang kali dicoba tidak diangkat. Ketua Komnas anak, Arist Merdeka Sirait menjelaskan bahwa hari itu para petugas sedang mendampingi kasus pelecehan seksual terhadap anak di Depok, Jawa Barat. Alasan ini terkesan agak dipaksakan. Seharusnya dengan kewenangan penuh, pemerintah bisa memerintahkan beberapa petugas untuk stand by melayani layanan telepon dari masyarakat. Selain itu, hotline instansi pemerintah yang belakangan ini sangat meriah peluncurannya juga bersikap acuh. Hotline 500454 yang dimotori oleh Kementerian Kesehatan mengaku ketidaksiapan sistem jaringan menjadi masalah utama dalam pelayanannya. Alasan yang irasional ini cukup membuktikan bahwa pemerintah yang seharusnya menjadi tauladan rakyatnya justru berperilaku kekanak-kanakan.

Kekhawatiran tentang tidak profesionalnya tenaga kerja dibalik layanan hotline semakin menjadi-jadi semenjak meroketnya angka depresi dan gangguan cemas di Jakarta. Kekacauan layanan hotline di Indonesia ditengarai menjadi pemicu semakin melebarnya lubang depresi di Jakarta. Tingkat depresi penduduk Jakarta yaitu 14,1 persen, melebihi tingkat depresi nasional, 11,60 persen (Riset Kesehatan Dasar,2007). Tidak ada layanan yang benar-benar membantu. Tidak ada alasan jelas yang dijadikan sumber masalah untuk dicari jalan keluarnya. Semua pihak menghindar, dan kini terlihat samar-samar.

Layanan hotline untuk menampung isu depresi dan gangguan cemas idealnya dikelola oleh ‘tangan-tangan’ yang profesional dan berkomitmen tinggi. Hal ini begitu penting karena setiap manusia cenderung merasa lebih ‘ringan’ jika sudah mengutarakan keluhan-keluhan yang ada di dalam dirinya. Menurut Rene Spitz, komunikasi (ujaran) adalah jembatan antara bagian luar dan bagian dalam kepribadian seseorang. “Mulut sebagai rongga utama adalah jembatan antara persepsi dalam dan persepsi luar ; ia adalah tempat lahir semua persepsi luar dan model dasarnya ; ia adalah tempat transisi bagi perkembangan aktivitas intensional, bagi munculnya kemauan dari kepasifan”(Samovar dan Porter,1991:189). Kita perlu orang lain dalam melangsungkan komunikasi untuk mendapatkan timbal balik dan respon yang berguna bagi pembentukan kondisi jiwa yang sehat.#BRIDGING COURSE 08



Daftar Pustaka
Mulyana, Deddy.2003.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm.14.
Samovar, Larry A. dan Richard E.Porter.Communication between Cultures.Belmont, California : Wadsworth, 1991, hlm.189.
Hartiningsih, Maria.”Ini Hari Minggu, Kami Ttutup....”Kompas, 9 Oktober 2012.

Tidak ada komentar:

Blog Archive

Kontributor