Sabtu, 01 Desember 2012

Ketika Film Berbicara

            Cara menikmati film boleh saja beragam. Tetapi, media komunikasi massa tersebut selalu mencoba menyampaikan pesan kepada penikmatnya.
            Setiap orang memiliki cara khasnya masing-masing ketika menikmati sebuah film. Apalagi, sekarang toko CD film dengan harga murah sudah menjamur di mana-mana. Kapanpun kita bisa menyewanya dan membawanya pulang ke rumah untuk ditonton. Minum secangkir teh dan camilan ringan bisa menjadi pilihan yang tepat. Tepat, karena dengan begitu, menonton film akan terasa lebih menyenangkan. Atau, kebanyakan orang sekarang berlomba-lomba menguras kocek untuk membeli tiket di bioskop. Bioskop menyuguhkan ruangan ber-AC, tempat duduk yang nyaman, dan tentu makanan-makanan ringan sebagai pelengkapnya. Sederhananya, asal kondisi jiwa dan lingkungan menyenangkan, otomatis film terkesan baik pula.     
Secara tidak langsung, film membawa ceritanya masing-masing. Cerita ini tentu berasal dari gagasan dan ide dari pembuat film. Gagasan inilah yang kemudian ditransmisikan kepada penonton. Selanjutnya, penonton boleh memberikan umpan balik terhadap segala sesuatu tentang film tersebut.
Film adalah salah satu pilar media yang menjadi jantung komunikasi massa. Media sendiri berarti suatu organisasi yang memproduksi pesan dan budaya sehingga mempengaruhi kebudayaan masyarakat. Film berefek sangat luas karena memiliki jejaring komunikasi yang sangat luas(massa). Efek muncul karena film membingkai pesan-pesan yang mungkin tidak pernah kita sadari. Film adalah media komunikasi sekalligus media ekspresi dari pembuat film. Setiap film mengemas gagasan ataupun statement yang berbeda-beda tergantung dari pembuat film.
            Sebagai bagian media komunikasi massa, film bisa dikenali dari karakteristiknya yang khas. Ada beberapa dari sekian banyak ciri-ciri film yang mewakilkan kemampuan komunikasi yang dimilikinya. Film sebagai rekonstruksi realitas sosial, kredibilitas, dan mass mediated culture. Ketiga karakteristik inilah yang sekiranya mampu membuktikan bahwa film ternyata mampu berkomunikasi.
            Film dapat membangun dan menciptakan kembali peristiwa-peristiwa yang terjadi pada kehidupan sosial. Hal ini sesuai dengan ciri yang pertama yaitu rekonstruksi realitas sosial. Dalam hal ini, film dianggap sebagai media sempurna untuk mengekspresikan realitas kehidupan yang terjadi di sekeliling pembuatnya. Rekonstruksi tersebut akan menghasilkan kenyataan baru yang merupakan suatu realitas kamera. Proses penggarapannya dibantu oleh peralatan dan teknik sinematika. Dari pandangan tersebut, film bukan hanya untuk menghidupkan kembali realitas sosial, namun yang terpenting adalah tahap-tahap rekonstruksi definitif di dalam proses penggarapannya. Dengan demikian, film tidak semata-mata memproduksi realitas tetapi juga mendefinisikan realitas.
            Kredibilitas film dapat ditilik dari dua sudut pandang yaitu situasi komunikasi dan keterlibatan emosional penonton. Suatu film dikatakan dapat menciptakan situasi komunikasi yang lebih intim dengan penonton. Hal ini disebabkan karena perangkat hidup yang mendukungnya. Selain itu, tokoh-tokoh dalam film menjadi faktor yang paling menentukan keberhasilan komunikasi sebuah film. Kemampuan bersandiwara dan karakteristik setiap pemain akan memudahkan penonton untuk memahami alur cerita yang disuguhkan film. Kemudian, pada akhirnya film tersebut dapat membentuk kerangka komunikasi baru di benak penonton. Kerangka komunikasi ini akan membentuk persepsi baru yang mereka yakini.
            Film mampu mempengaruhi bahkan membentuk kebudayaan baru dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Menurut Real, film disebut mass mediated culture yaitu deskripsi budaya yang terdapat dalam berbagai media massa kontemporer, baik tentang golongan elit, wam, orang terkenal, ataupun budaya asli masyarakat. Bentuk tanggapan penonton terhadap isi film dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya baik pengalaman sosial ataupun pengalaman budaya. Dari tanggapan tersebut penonton akan mendapatkan paradigma baru tentang fenomena di sekelilingnya.
            Keanekaragaman cara menikmati film tidak akan mengubah visi film untuk mengkomunikasikan ceritanya. Pesan-pesan yang dijinjing oleh sebuah film menjadi bahan komunikasi penting. Dengan pesan tersebut, penonton bisa memberi tanggapan sesuai dengan pengalamannya masing-masing. Terlepas dari negatif ataupun positif penilaian yang diberikan, dalam tahap ini film berhasil berkomunikasi dengan penikmatnya.#BRIDGING COURSE 12


Daftar Pustaka
Mc.Quails. 1987. Mass Communication Theory 2nd Edition. London: SAGE Publication, hal.3.
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, hal.127-128.

Tidak ada komentar:

Blog Archive

Kontributor