Kamis, 06 September 2012

Lisa Lindawati, Mahasiswi Inspiratif Masa Kini


Ni Ketut Dimar Warsihantari

Beberapa orang di Indonesia cenderung memilih bekerja dan berkontribusi di kota-kota besar dan tidak banyak yang pulang ke daerah asalnya. Bagaimana bisa orang tidak tergiur oleh tawaran kerja yang berlimpah dengan upah tinggi yang ditawarkan kota- kota besar ,misalnya Jakarta.Empat dasawarsa terakhir ini angka urbanisasi di Indonesia melonjak tajam.Senada dengan pakar demografi UI, Sonny Harry Harmadi, yang mengatakan bahwa pada tahun 1971 penduduk di perkotaan jumlahnya berkisar 17 %, kemudian pada tahun 2012 persentasenya merangkak cepat hingga 50 %. “Bahkan sekitar 40 % penduduk di kota Jakarta tidak dilahirkan disana”,imbuhnya. Seperti ungkapan yang mengatakan, “Kacang yang lupa kulitnya”. Ungkapan ini sangat tepat menggambarkan fakta tentang sikap manusia yang lekas melupakan masa lalunya setelah menuai kesuksesan. Salah seorang wakil DPD di Jakarta, La Ode Ida berkata, “Tantangan ke depan adalah menjadikan masyarakat desa yang sejahtera”. Menjawab petikan kalimat La Ode Ida, tangan dingin Lisa Lindawati membuktikan bahwa masih ada satu generasi muda di Indonesia yang peduli dan senantiasa mengabdi pada daerah asalnya.Perjuangan tokoh muda yang berkecimpung di karang taruna adalah fenomena yang sangat inspiratif dan patut menjadi teladan anak bangsa lainnya di Indonesia.
Kesibukannya mengejar gelar sarjana ilmu komunikasi Universitas Gadjah Mada tidak lantas menyurutkan semangatnya membangun kesejahteraan di Desa Singosaren,Kecamatan Banguntapan,Kabupaten Bantul,Yogyakarta.Karang Taruna Jaya Kusuma yang berdiri sejak tahun 1984 adalah media pengabdian Lisa dan teman-temannya dalam memperjuangkan hak-hak warga setempat. Karang Taruna Jaya Kusuma sebenarnya adalah partner pemerintah yang berkecimpung dalam masalah kesejahteraan sosial di level kelurahan atau desa.Titik pengabdian Lisa, begitu warga sekitar menyapanya, bermula pada tahun 2009. Pada tahun tersebut ,gadis kelahiran Bantul, 7 Juli 1987 ini menjabat sebagai Sekretaris. “Saya merasa memiliki tanggung jawab sosial. Saya kuliah di UGM, dan saya merasa termotivasi untuk berbuat lebih. Walaupun ‘wong ndeso’, saya harus bangkitkan optimisme warga setempat demi desa yang mandiri”, ungkap Lisa dengan nada yang meyakinkan. Kutipan yang membangun ini menghapus fakta tentang mahasiswa yang hidupnya hanya terpacu ambisi tamat kuliah dengan waktu singkat dan memperoleh IP tinggi. Kepekaan sosial dan keaktifan dalam organisasi pada kenyataannya turut menyempurnakan nilai dan martabat seseorang.
Sigit Riyadi, pelaksana Bidang Pendidikan dan Pelatihan Karang Taruna Jaya Kusuma berpendapat bahwa secara infrastruktur, mulai dari jalan dan bangunan rumah, sudah terlihat mapan dan layak. Namun, jika diteliti lebih dalam, kondisi Desa belum pada taraf yang wajar.Menurut pengamatan Lisa, masyarakat Desa Singosaren adalah masyarakat urban. Lokasinya berada di antara kota dan desa. Tidak heran ,sedikit tidaknya kultur kota turut mempengaruhi alur kehidupan warga.Namun,nilai kearifan lokal seperti gotong-royong  masih terpelihara dengan baik.
Ternyata rendahnya kesejahteraan di Desa Singosaren bukan semata-mata karena faktor ekonomi, kesadaran untuk mengenyam pendidikan dan mengembangkan usaha keterampilan turut mempengaruhi.Beranjak dari pemahaman tersebut, Lisa Lindawati yang baru dilantik menjadi ketua pada tahun 2012,bersama-sama dengan Karang Taruna Jaya Kusuma berusaha mencanangkan program kerja yang menitikberatkan pada bidang Pendidikan dan Industri Kreatif. Salah satu program yang sudah direalisasikan adalah Sanggar Sinau Bareng. Sanggar ini diharapkan dapat menjadi ruang belajar bersama bagi anak-anak di luar sekolahnya. Sanggar ini juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan-pengetahuan baru yang mungkin belum mereka dapatkan di sekolah atau di rumah.Sanggar Sinau Bareng kini sedang gencar mensosialisaikan program kejar paket B dan C yang setara SMA dan SMP lainnya di Indonesia. “Kami menyaring tenaga pengajar dari masyarakat setempat.Bahkan, pelatihan desain dan biografi akan turut melengkapi pelajaran sehari-hari.Kembali pada tujuan paling dasar bahwa Karang Taruna menggali potensi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat”, pungkas Lisa. Hal tersebut membuktikan bahwa mahasiswi yang tengah menempuh studi S2 di Ilmu Komunikasi UGM ini tidak muluk-muluk pada prinsip kemandirian yang digenggamnya. Program-program yang dilaksanakannya selalu berbasis kemandirian.
Peran pemerintah dalam menindaklanjuti masalah kesejahteraan di Desa Singosaren hanya terbatas pada segi fungsional dan teknis. Karang Taruna Jaya Kusuma bersifat otonom dan tidak mendapat intervensi dari pemerintah.Penyediaan dana tergolong minim karena sumber dana hanya berasal dari swadaya pengurus karang taruna, hasil industri ekonomi kreatif, dan sedikit donasi usaha luar desa seperti investor lokal dan beberapa Perseroan Terbuka. Kendala lainnya ditimbulkan oleh beragamnya latar belakang anggota karang taruna seperti pendidikan yang kurang memadai.Desa Singosaren memiliki 8 dusun dan memiliki organisasi pemuda di setiap dusunnya.Setiap aktivis memilih jalan di jalur masing-masing tanpa adanya kerja sama antarorganisasi pemuda. Dalam penjelasan lebih lanjut, Lisa memaparkan bahwa gesekan-gesekan yang terjadi di antara organisasi pemuda berubah menjadi tantangan untuk mempersatukan Desa Singosaren.
Berbagai kendala sedikit menghambat kinerja Karang Taruna Jaya Kusuma. Namun, kemudian di tangan alumni SMA Negeri 8 Yogyakarta tersebut,tantangan ini benar-benar diubahnya menjadi sebuah kemenangan besar. Senin, 25 Juni 2012 menjadi waktu bersejarah bagi semua warga Desa Singosaren. Pasca pelantikan Kepala Lurah yang baru , Karang Taruna Jaya Kusuma menghadiahkan kado kepada H. Joko Prayitno,Kepala Lurah yang lama. Jaya Kusuma berhasil memboyong Juara 1 Karang Taruna Berprestasi tingkat Provinsi dan berhak menjadi perwakilan desa ke Jakarta. Bahkan,bulan Oktober ini Jaya Kusuma dinobatkan menjadi tuan rumah Bakti Karang Taruna 2012. Pertemuan ini diadakan setiap 3 bulan sekali dan sekitar 75 desa di Kabupaten Bantul akan turut berpartisipasi.
Ketika banyak orang mulai mengaburkan makna penting tanggung jawab sosial, kita tetap mempertajam kepekaan sosial. Nilai-nilai kearifan lokal yang mendasari pondasi Indonesia tidak hanya untuk diwariskan, tetapi perlu direalisasikan. Kita pergi jauh untuk memetik ilmu dan pulang untuk menyebarkan benih pengetahuan.Lisa Lindawati tampil di Indonesia sebagai generasi muda yang berani unjuk gigi memperjuangkan hak warganya dengan prinsip kemandirian.Kebanggaan bangsa Indonesia tidak hanya medali emas olimpiade dan inovasi teknologi, tetapi melihat keberhasilan generasi muda mengembangkan dan mengangkat kesejahteraan daerah dengan tangan mereka sendiri. #BRIDGING COURSE 03




Daftar Pustaka

Lindawati,Lisa.2012.Jurusan Ilmu Komunikasi,Universitas Gadjah   Mada,Bulaksumur,Yogyakarta.
Karang Taruna Jaya Kusuma.http://www.kt-Jaya Kusuma.org , diakses tanggal 6 September 2012
Harmadi,Sonny Harry.2012.”Demografi Indonesia”.Universitas Indonesia.



Tidak ada komentar:

Blog Archive

Kontributor