Genggam Komunikasi dan Media, Stand Up Comedy Berkarya
Komunikasi dan media
memiliki andil besar dalam mendukung eksistensi stand up comedy di Indonesia. Sama halnya dengan target lulusan yang
wajib dilampaui mahasiswa ilmu komunikasi. Mahasiswa ilmu komunikasi tidak
hanya dituntut tampil prima saat berbicara, media sebagai wadah pembuktian
kebolehan juga wajib dikuasai. Tanpa komunikasi, stand up comedy adalah seni mematungkan masyarakat, bukan lagi seni
menggerakkan masyarakat. Stand up comedy
akan menjadi pertunjukan nonedukatif dan bahan candaan semata yang tidak
membawa perubahan apapun bagi alur kehidupan bangsa Indonesia. Tanpa uluran
tangan media, para comic tidak terfasilitasi
dengan baik. Stand up comedy tidak
akan sampai ke telinga masyarakat dan para petinggi yang duduk di kursi
pemerintahan.
Seorang comic adalah pusat perhatian yang akan
membangun komunikasi sehat tanpa menyepelekan pesan yang ingin disampaikan
kepada pendengar. Sederhananya, comic
harus menjadi center of point yang
komunikatif. Menurut Didik Rahmanadji, dalam tulisannya yang mengacu pada Ensiklopedia
Indonesia (1982) berbunyi, ”Humor adalah
kualitas untuk menghimbau rasa geli atau lucu, karena keganjilannya atau
ketidakpantasannya yang menggelikan; paduan antara rasa kelucuan yang halus di
dalam diri manusia dan kesadaran hidup yang iba dengan sikap simpatik.” Bertolak dari pengertian tersebut, penyampaian humor
tidak semata-mata berhiaskan kejenakaan. Selain dari segi materi, kualitas comedian
dalam menyampaikan humor sangat menentukan feed back (respon) yang ditunjukkan oleh audiens.
Stand up comedy memiliki teori-teori komunikasi yang dikategorikanya sebagai aturan main. Ramon
Papana, senior stand up comedy Indonesia dan pendiri Comedy Cafe di
Kemang sejak tahun 1997, di sebuah workshop pernah mengutarakan lima aturan main bagi para comic.
Seorang comic harus try not to tell the jokes, yang berarti
jangan berusaha menganulir pembicaraan dengan lelucon basi dan tidak berbobot. Jika melihat fakta di
lapangan, pelawak sering mengungkit lelucon yang sudah jamak dibicarakan
masyarakat. Bahkan, menarik perhatian dengan melempar tebakan-tebakan ke
penonton sudah lumrah terjadi. Lawakan yang basi
tentu membuat penonton bosan dan memilih untuk pergi. Try not to be funny berarti seorang comic tidak perlu berusaha ekstra keras agar terlihat lucu. Peran seorang
comic adalah menarasikan ulang
gejala-gejala sosial yang terjadi di masyarakat dengan cara lebih segar dan
jenaka. Seorang comic juga harus
memiliki karakter yang kuat. Maka dari itu, become
your natural self adalah motivasi yang tepat untuk membentuk pribadi yang
memiliki diferensiasi unik. Selain itu, posisi keseriusan dipandang sebagai hal
krusial dalam stand up comedy.
Seorang comic dituntut untuk
bercerita dengan jenaka, namun seakan-akan tidak bermaksud melawak. Tawa akan
datang sendirinya jika alur narasi dibuat selucu dan sekreatif mungkin. Hal
lain yang tidak kalah pentingnya yaitu, bersikap santai dan rileks. Grogi yang
ditunjukkan comic akan menyulut
ketidakpercayaan penonton terhadap materi yang tengah disuguhkan.
Kebutuhan
stand up comedy terhadap media sebagai
‘penyambung lidah’ tidak bisa dinomorduakan. Selain
bertugas mendokumentasikan, media menjadi alat promosi agenda acara stand up comedy sehingga masyarakat tetap
bisa mengikutinya dengan baik. Misalnya, salah satu komunitas stand up comedy SELOsoSELO yang sedang
ramai dibicarakan warga Jogjakarta. Komunitas ini rutin tampil di Geronimo Cafe,
Jalan Sagan Jogjakarta setiap hari Selasa pada pukul 20.00 WIB sampai selesai.
Descha Vyana selaku admin dari @standupindojgj dan bagian promosi dari
komunitas ini mengaku bahwa twitter dan radio menjadi urgent media dalam penyebarluasan agenda acara kepada masyarakat.
Jelas terbukti dari pengakuan Descha bahwa peran media sangat krusial dalam
memajukan komunitas stand up comedy di
Indonesia.
Stand up comedy sebenarnya adalah wadah
komunikasi dan media untuk melangsungkan hubungan sinergis. Komunikasi baik itu
berupa teori dan praktek, selalu diaplikasikan oleh seorang comic saat tampil di atas panggung.
Seorang comic yang dangkal
pengetahuan komunikasinya akan dicap ‘tong kosong nyaring bunyinya’. Dampaknya,
pesan-pesan yang seharusnya sampai ke benak audiens menguap tidak tentu arah. Media
juga tidak kalah pentingnya memperkuat eksistensi stand up comedy. Setinggi apapun ilmu komunikasi yang dikuasai oleh
seorang comic, tanpa bantuan media
kehebatan tersebut tidak akan mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Stand-up
comedy perlu media untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Sederhananya,
media adalah penghapus jarak antara masyarakat dan stand up comedy. Selain itu, media menjadi alat promosi agenda
kegiatan kepada masyaraka untuk menuntun perkembangan stand up comedy ke arah yang lebih baik. #BRIDGING COURSE 04
Ni Ketut Dimar
Warsihantari
Daftar Pustaka
Suryo,Prihastoro. Komunitas SELOsoSELO,”Gojek To The Max”.
Diunduh dari http://hiburan.kompasiana.com/humor/2012/02/15/komunitas-selososelo-gojek-to-the-max/, pada tanggal 10
September 2012.
Kurniawan,Arief.Stand Up Comedy,Menghibur Dengan Cerdas (Part 1).Diunduh
dari http://the-marketeers.com/archives/standup-comedy-menghibur-dengan-cerdas-part-1.html,
pada tanggal 10 September 2012.
Rahmanadji, Didiek.2007. Sejarah, Teori, Jenis, Dan Fungsi Humor.
Diunduh dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/35207213221.pdf,
pada tanggal 11 September 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar