Selasa, 28 Desember 2010

Ayah

aku..
aku darah dagingmu..
makhluk mungil yang sempat kau ayun-ayun..
jua keningku kau kecup..
Dimar...
itu namaku, kau tahu?..
ibu yang memberinya..
artinya 'cahaya'..

selanjutnya..
aku kehilangan cerita..
karena aku bukan pengarangnya..

sejak pintu dibuka...
kau berlari kencang..
terang..
kecil...
semakin kecil..
hingga lenyap bayangmu..
kau tidak mengajakku...
tega..........

tapi aku punya cara lain..
aku bisa memelukmu..
sangat erat..
di dekatku..
dalam sebuah bingkai foto..
yang sudah memudar warnanya...


* setidaknya, dirimu yang tidak pernah bisa kusentuh, muncul lagi dalam coretan ini. Bukan lagi terjebak oleh bingkai foto seperti puisiku ini. Juga, bukan lagi tersirat dalam buah bibir keponakan dan saudara-saudara yang selalu mengagumimu di sini. Lewat tulisan, kini kau lebih nyata..

2 komentar:

Mutiara Pembelajar mengatakan...

puisi bagai mutiara-mutiara di laut yang sulit tergapai...

dimar mengatakan...

puisi itu salah satu media ekspresi vital bagi saya..
saya senang menulis puisi, karena kata-katanya 'simple', namun bermakna dalam...hhe
terima kasih ya sudah memberi komentar
salam kenal...

Blog Archive

Kontributor