Toh!
(Dimar)
Menyalak pantanganku..
Menggigit hukum mati bagiku..
Dia bilang aku harus
makan ikan
Ingin kugelengkan
kepalaku
Dibalik ekspresinya
yang datar..
Seperti menyembunyikan
rantai ikat leher yang siap mencekikku hidup-hidup..
Lalu kulahap saja walau
agak mual..
Dia bilang aku harus ramah
pada sahabatnya yang ‘pencuri ‘itu..
Ingin ku menyalak..
Tapi sungguh aku
takut..
Bisa saja jatah makan malamku hari itu sirna
sekejap mata..
Ingin ku menggigit
kakinya sampai berdarah..
tapi benakku
membayangkan lagi..
aku diusir dari rumah,
dan hidup tak terurus di jalan raya..
Mungkinkah selamanya
hidupku seperti ini?
mungkin seseorang bisa
mengubahnya?
Atau mungkin aku harus
menjadi pemberontak sesekali?
Mungkin saja kalau aku
benar-benar menggelengkan kepalaku..
Dia akan memaklumi aku
benci ikan..
Lalu menawarkanku tulang dengan sedikit daging ayam yang masih
menyempil di ujung-ujungnya
Dan mungkin saja kalau
aku berani menggigit kaki pencuri malam itu..
Dia akan menyadari
bahwa sahabatnya itu sering mengutil barang-barangnya..
Lalu menyebutku anjing
penyelamat ,lantas menambah jatah makanku tiga kali lipat..
Toh, yang kutakutkan
selama ini masih sebatas imajinasi..
Siapapun tak berani
menjamin itu benar terjadi..
* sebenarnya aku pun tidak tahu kenapa aku sulit berbicara. Bukan karena malas. Enggan tepatnya. Enggan membuka suara bahkan untuk berkata 'ya' dan 'tidak'. Kadang-kadang sempat frustasi karena semata-mata untuk menyuarakan isi hati saja tidak mampu. Frustasi jadi orang pemalu!
* sebenarnya aku pun tidak tahu kenapa aku sulit berbicara. Bukan karena malas. Enggan tepatnya. Enggan membuka suara bahkan untuk berkata 'ya' dan 'tidak'. Kadang-kadang sempat frustasi karena semata-mata untuk menyuarakan isi hati saja tidak mampu. Frustasi jadi orang pemalu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar