Sabtu, 18 Mei 2013

Lacrima



Aku masih mengintaimu. Tanpa desahan nafas dan hentakkan kaki kau merasuk ke dalam detik-detik semesta yang tidak terhitung jumlahnya. Radarku masih berfungsi dengan baik jadi kau tidak perlu khawatir. Kau hadir memenuhi alur-alur duniawi. Melesat tanpa sekat. Tak peduli apakah tempat singgahmu berlubang, bersudut, longgar ataupun sempit. Selama pemain drama itu belum beranjak, keberadaanmu masih dibutuhkan. Kau lahir tanpa ada yang memintamu begitu.

Aku ingat pada mereka yang gagal memaknai firasat. Siapa yang tidak benci dengan pengkhianatan? Mereka memaki satu sama lain. Seenaknya mengubah sumpah suci menjadi kutukan tak terampuni. Menggerutu sepanjang hari tentang mimpi-mimpi usangnya yang enggan mewujudkan diri. Bibirnya bergetar melawan janji mati tiga tahun lalu. Orang-orang dulu mengiyakan dirinya sehangat musim semi di Eropa dan sedamai bukit Yerusalem. Semua firasat kokoh itu patah. Cairan pelupuk yang membengkak itu seakan berkata aku akan meluncur. Menelusuri pipi untuk ke sekian kalinya. Pada saat itulah kau muncul sebagai hasil pertarungan emosi dan pemutus abadi.

Lalu aku membayangi kau menyela di antara ribuan doa di pura, vihara, masjid, dan gereja. Tempat nurani mengangkat nada-nada syahdu berselimut melodi futuristik. Tempat spesial bagi mereka yang memiliki relasi dengan pemiliknya. Begitu khusyuk. Ada banyak harapan lahir menggaung dan menggema di dinding-dinding lubuk hati. Mereka ingin direstui. Pada waktu yang bersamaan namun di kesempatan yang lain kau berubah menjadi begitu keruh. Kau melekat pada mereka yang merasa tidak lagi diampuni. Isak tangis semakin kuat dan mereka mencoba menebus dosa. Aku pun sangat mengerti bagaimana rasanya memiliki dosa. Dan kau tahu aku hanya mengandalkanmu ketika orang-orang mengatakan semuanya terlanjur menjadi bubur. Kemudian aku lebih percaya akan kesetiaanmu lagi saat kau temani hatiku berdoa pada-Nya.

Sekali lagi kau muncul ketika jiwa terpenuhi oleh kemenangan yang mereka tafsirkan sendiri. Dunia akan mempersiapkan sambutan meriah dengan senyum sumringah. Mereka bernyanyi dan melepaskan semua tawa yang sempat tertahan di momen pahit sepanjang masa. Kali ini kau tampil lebih cantik dengan kepribadianmu yang putih dan jernih. Kau memilih terjun dari sudut mata. Itu berarti kau mencapai titik paling murni. Semurni kemenangan yang menjemput pejuang sejati.

            Lacrima, selagi radarku masih berfungsi, adakah yang kau butuhkan untuk menemani hidupmu sendiri? Akan kucari, setelah melihat apa yang telah kau berikan pada manusia-manusia itu,....termasuk aku. 

Tidak ada komentar:

Blog Archive

Kontributor